Sering
kita beranggapan ketika kita ditimpa kesusahan maka kita sedang mendapat
musibah atau cobaan dari Allah. Jarang sekali kita mengatakan bahwa nikmat yang
diberikan Allah itu sebenarnya juga merupakan ujian dari Allah. Ada diantara
kita yang sanggup menghadapi ujian itu dan ada pula yang tegar dan sabar
menghadapinya.
Allah mencintai hamba-hambaNya dengan
cara yang unik dan berbeda-beda. Semakin tinggi ketakwaan seorang hamba,
semakin unik cara Dia mencintainya. Salah satunya adalah Nabi Ayub. Seorang
nabi yang diuji oleh allah dengan harta, keluarga serta badannya.
Suatu saat ketika para malaikat
membicarakan manusia dan sejauh mana mereka beribaah kepada Allah. Salah
seorang di antara mereka berkata: “Tidak ada di muka bumi ini seorang yang
lebih baik daripada Nabi Ayub. Beliau adalah orang mukmin yang paling sukses, orang
mukmin yang paling agung keimanannya, yang paling banyak beribadah kepada Allah
SWT dan bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya dan selalu berdakwah di jalan-Nya.”
Setan mendengarkan pembicaraan para malaikat lalu mereka mencoba mendatangi
nabi Ayub untuk menggodanya. Tetapi karena keimanannya kepada Allah setan
kesulitan mendapatkan jalan untuk mengganggunya.
Ketika
setan berputus asa dari mengganggu Nabi Ayub, ia berkata kepada Allah SWT: “Ya
Rabbi, hambaMu Ayub sedang menyembah-Mu dan menyucikanMu namun, ia menyembahMu
bukan karena cinta, tapi ia menyembahMu karena kepentingan-kepentingan
tertentu. Ia menyembahMu sebagai balasan kepadaMu karena Engkau telah
memberinya harta dan anak dan Engkau telah memberinya kekayaan dan kemuliaan.
Sebenarnya ia ingin menjaga hartanya, kekayaannya, dan anak-anaknya.
Seakan-akan berbagai nikmat yang Engkau karuniakan padanya adalah rahasia dalam
ibadahnya. Ia takut kalau-kalau apa yang dimilikinya akan binasa dan hancur.
Oleh karena itu, ibadahnya dipenuhi dengan hasrat dan rasa takut. Jadi, di
dalamnya bercampur antara rasa takut dan tamak, dan bukan ibadah yang murni
karena cinta.”
Lalu Allah pun berkata kepada iblis
“Sesungguhnya Ayub adalah hamba yang mukmin dan sejati imannya. Ayub menjadi
teladan dalam keimanan dan kesabaran. Aku membolehkanmu untuk mengujinya dalam
hartanya. Lakukan apa saja yang engkau inginkan, kemudian lihatlah hasil dari
apa yang engkau lakukan.”
lalu
Iblis pun datang kepada nabi Ayub lalu menghancurkan semua harta-hartanya.
Keadaan nabi Ayub sekarang menjadi fakir. lalu nabi Ayub pun berkata “Oh
musibah dari Allah SWT. Aku harus mengembalikan kepada-Nya amanat yang ada di
sisi kami di mana Dia saat ini mengambilnya. Allah SWT telah memberi kami
nikmat selama beberapa masa. Maka segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat
yang diberikannya, dan Dia mengambil dari kami pada hari ini nikmat-nikmat itu.
Bagi-Nya pujian sebagai Pemberi dan Pengambil. Aku dalam keadaan ridha dengan
keputusan Allah SWT. Dia-lah yang mendatangkan manfaat dan mudharat. Dia-lah
yang ridha dan Dialah yang murka. Dia adalah Penguasa. Dia memberikan kerajaan
kepada siapa yang di kehendaki-Nya, dan mencabut kerajaan dari siapa yang
dikehendaki-Nya; Dia memuliakan siapa yang dikehendaki-Nya dan menghinakan
siapa yang dikehendaki-Nya.”
Setelah usahanya gagal iblis datang
kepada Allah lalu meminta ijin untuk membunuh anak-anak Nabi Ayub. Dengan izin
Allah, iblis dibolehkan berbuat apapun kepada anak Ayub. Lalu iblispun
menggoncangkan rumah Nabi Ayub sehingga anak-anak Nabi Ayub meninggal semua.
Melihat
keadaan itu nabi Ayub pun berdoa kepada Allah dan menyeru: “Allah memberi dan
Allah mengambil. Maka bagi-Nya pujian saat Dia memberi dan mengambil, saat Dia
murka dan ridha, saat Dia mendatangkan manfaat dan mudharat. Kemudian Ayub pun
sujud dan iblis lagi-lagi tampak tercengang dan merasa malu karena kesabaran
Nabi Ayub.
Tidak cukup sampai disitu Iblis
meminta izin lagi kepada Allah untuk mengganggu badan Nabi Ayub sehingga sakit
kulit di mana tubuhnya membusuk dan mengeluarkan nanah, bahkan keluarganya dan
sahabat-sahabatnya mengucilkan kecuali isterinya. Namun lagi-lagi Nabi Ayub
tetap bersabar dan bersyukur kepada Allah SWT. Beliau memuji-Nya pada hari-hari
kesehatannya dan ia tetap memuji Allah SWT saat mendapatkan ujian sakit. Dalam
dua keadaan itu, Nabi Ayub tetap bersabar dan bersyukur kepada Allah SWT.
Maha suci Allah yang telah menciptakan
manusia semulia Ayub. Ia tak pernah membenci Allah dengan takdirnya, tak pula
ia merasa bahwa Tuhan yang dicintainya itu tak adil terhadapnya. Semakin berat
sakit yang dirasa, semakin cinta Ayub kepada Allah. Dan mulianya Ayub, semakin
parah penyakitnya semakin ia tersenyum. Allah dan para malaikat pun kan
tersenyum oleh kesabaran lelaki mengagumkan itu.
“Sesungguhnya
Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba.
Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya).” (QS. Shad: 44)
Nabi Ayub tetap ingat Allah dalam
keadaan suka dan duka. Ketika dalam keadaan suka ia tetap mengingat dan mensyukuri
nikmat-nikmat yang diberikan Allah. Ketika dalam duka iapun tetap sabar, ikhlas
dan keimanan beliau malah semakin bertambah.
Berbeda dengan kita, ketika kita ingin
mencapai suatu kenikmatan dariNya kita sering berdoa meminta kepada allah.
Sholat, zakat, puasa dan amalan-amalan lain rela kita lakukan tetapi setelah
Allah memberikan kenikmatan kepada kita, kita perlahan-lahan “melupakanNya”.
Musibah yang menimpa kita menandakan
cinta Allah kepada kita. Musibah merupakan pertanda Allah kepada kita untuk kembali
“mengingatNya”. Allah takut kalau kita menjadi orang lalai karena kenikmatan;
kenikmatan yang diberikanNya. Maka dari itu sabar dan ikhlaslah dalam
menghadapi cobaan dari Allah. Jangan sedih ketika ada musibah dan jangan lalai
ketika ada nikmat.
Allah SWT berfirman:
“Dan
(ingatlah kisah) Ayub ketika ia menyeru Tuhannya: (‘Ya Tuhanku), sesungguhnya
aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di
antara semua penyayang.’ Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami
lenyapkan penyahit yang ada padanya dan Kami kembalihan keluarganya kepadanya,
dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami
dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (QS. al-Anbiya’: 83-84)
Sambutlah saat duka cita Sebagai
karunia,
Karena suka maupun duka Datang daripadaNya.
Bila itu datang dari Dia, Mengapa menolaknya?
Tuhan selalu menyertai kita Dan mengawasi kita.
Karena suka maupun duka Datang daripadaNya.
Bila itu datang dari Dia, Mengapa menolaknya?
Tuhan selalu menyertai kita Dan mengawasi kita.
Bila duka cita membawa manfaat, Ia
memberi duka cita;
Bila suka cita membawa manfaat, Ia memberi suka cita.
Kedua-duanya kita peroleh Sesuai kehendakNya
Bila suka cita membawa manfaat, Ia memberi suka cita.
Kedua-duanya kita peroleh Sesuai kehendakNya
Jangan bersedih karena duka
Dan jangan lalai ketika suka
Dan jangan lalai ketika suka
Simber
: www.al-shia.org