Pages

Selasa, 29 Januari 2013

Allah sedang menguji kita?


Sering kita beranggapan ketika kita ditimpa kesusahan maka kita sedang mendapat musibah atau cobaan dari Allah. Jarang sekali kita mengatakan bahwa nikmat yang diberikan Allah itu sebenarnya juga merupakan ujian dari Allah. Ada diantara kita yang sanggup menghadapi ujian itu dan ada pula yang tegar dan sabar menghadapinya.
Allah mencintai hamba-hambaNya dengan cara yang unik dan berbeda-beda. Semakin tinggi ketakwaan seorang hamba, semakin unik cara Dia mencintainya. Salah satunya adalah Nabi Ayub. Seorang nabi yang diuji oleh allah dengan harta, keluarga serta badannya.
Suatu saat ketika para malaikat membicarakan manusia dan sejauh mana mereka beribaah kepada Allah. Salah seorang di antara mereka berkata: “Tidak ada di muka bumi ini seorang yang lebih baik daripada Nabi Ayub. Beliau adalah orang mukmin yang paling sukses, orang mukmin yang paling agung keimanannya, yang paling banyak beribadah kepada Allah SWT dan bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya dan selalu berdakwah di jalan-Nya.” Setan mendengarkan pembicaraan para malaikat lalu mereka mencoba mendatangi nabi Ayub untuk menggodanya. Tetapi karena keimanannya kepada Allah setan kesulitan mendapatkan jalan untuk mengganggunya.
Ketika setan berputus asa dari mengganggu Nabi Ayub, ia berkata kepada Allah SWT: “Ya Rabbi, hambaMu Ayub sedang menyembah-Mu dan menyucikanMu namun, ia menyembahMu bukan karena cinta, tapi ia menyembahMu karena kepentingan-kepentingan tertentu. Ia menyembahMu sebagai balasan kepadaMu karena Engkau telah memberinya harta dan anak dan Engkau telah memberinya kekayaan dan kemuliaan. Sebenarnya ia ingin menjaga hartanya, kekayaannya, dan anak-anaknya. Seakan-akan berbagai nikmat yang Engkau karuniakan padanya adalah rahasia dalam ibadahnya. Ia takut kalau-kalau apa yang dimilikinya akan binasa dan hancur. Oleh karena itu, ibadahnya dipenuhi dengan hasrat dan rasa takut. Jadi, di dalamnya bercampur antara rasa takut dan tamak, dan bukan ibadah yang murni karena cinta.”
Lalu Allah pun berkata kepada iblis “Sesungguhnya Ayub adalah hamba yang mukmin dan sejati imannya. Ayub menjadi teladan dalam keimanan dan kesabaran. Aku membolehkanmu untuk mengujinya dalam hartanya. Lakukan apa saja yang engkau inginkan, kemudian lihatlah hasil dari apa yang engkau lakukan.”
lalu Iblis pun datang kepada nabi Ayub lalu menghancurkan semua harta-hartanya. Keadaan nabi Ayub sekarang menjadi fakir. lalu nabi Ayub pun berkata “Oh musibah dari Allah SWT. Aku harus mengembalikan kepada-Nya amanat yang ada di sisi kami di mana Dia saat ini mengambilnya. Allah SWT telah memberi kami nikmat selama beberapa masa. Maka segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat yang diberikannya, dan Dia mengambil dari kami pada hari ini nikmat-nikmat itu. Bagi-Nya pujian sebagai Pemberi dan Pengambil. Aku dalam keadaan ridha dengan keputusan Allah SWT. Dia-lah yang mendatangkan manfaat dan mudharat. Dia-lah yang ridha dan Dialah yang murka. Dia adalah Penguasa. Dia memberikan kerajaan kepada siapa yang di kehendaki-Nya, dan mencabut kerajaan dari siapa yang dikehendaki-Nya; Dia memuliakan siapa yang dikehendaki-Nya dan menghinakan siapa yang dikehendaki-Nya.”
Setelah usahanya gagal iblis datang kepada Allah lalu meminta ijin untuk membunuh anak-anak Nabi Ayub. Dengan izin Allah, iblis dibolehkan berbuat apapun kepada anak Ayub. Lalu iblispun menggoncangkan rumah Nabi Ayub sehingga anak-anak Nabi Ayub meninggal semua.
Melihat keadaan itu nabi Ayub pun berdoa kepada Allah dan menyeru: “Allah memberi dan Allah mengambil. Maka bagi-Nya pujian saat Dia memberi dan mengambil, saat Dia murka dan ridha, saat Dia mendatangkan manfaat dan mudharat. Kemudian Ayub pun sujud dan iblis lagi-lagi tampak tercengang dan merasa malu karena kesabaran Nabi Ayub.
Tidak cukup sampai disitu Iblis meminta izin lagi kepada Allah untuk mengganggu badan Nabi Ayub sehingga sakit kulit di mana tubuhnya membusuk dan mengeluarkan nanah, bahkan keluarganya dan sahabat-sahabatnya mengucilkan kecuali isterinya. Namun lagi-lagi Nabi Ayub tetap bersabar dan bersyukur kepada Allah SWT. Beliau memuji-Nya pada hari-hari kesehatannya dan ia tetap memuji Allah SWT saat mendapatkan ujian sakit. Dalam dua keadaan itu, Nabi Ayub tetap bersabar dan bersyukur kepada Allah SWT.
Maha suci Allah yang telah menciptakan manusia semulia Ayub. Ia tak pernah membenci Allah dengan takdirnya, tak pula ia merasa bahwa Tuhan yang dicintainya itu tak adil terhadapnya. Semakin berat sakit yang dirasa, semakin cinta Ayub kepada Allah. Dan mulianya Ayub, semakin parah penyakitnya semakin ia tersenyum. Allah dan para malaikat pun kan tersenyum oleh kesabaran lelaki mengagumkan itu.

“Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya).” (QS. Shad: 44)

Nabi Ayub tetap ingat Allah dalam keadaan suka dan duka. Ketika dalam keadaan suka ia tetap mengingat dan mensyukuri nikmat-nikmat yang diberikan Allah. Ketika dalam duka iapun tetap sabar, ikhlas dan keimanan beliau malah semakin bertambah.
Berbeda dengan kita, ketika kita ingin mencapai suatu kenikmatan dariNya kita sering berdoa meminta kepada allah. Sholat, zakat, puasa dan amalan-amalan lain rela kita lakukan tetapi setelah Allah memberikan kenikmatan kepada kita, kita perlahan-lahan “melupakanNya”.
Musibah yang menimpa kita menandakan cinta Allah kepada kita. Musibah merupakan pertanda Allah kepada kita untuk kembali “mengingatNya”. Allah takut kalau kita menjadi orang lalai karena kenikmatan; kenikmatan yang diberikanNya. Maka dari itu sabar dan ikhlaslah dalam menghadapi cobaan dari Allah. Jangan sedih ketika ada musibah dan jangan lalai ketika ada nikmat.
Allah SWT berfirman:

“Dan (ingatlah kisah) Ayub ketika ia menyeru Tuhannya: (‘Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.’ Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyahit yang ada padanya dan Kami kembalihan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (QS. al-Anbiya’: 83-84)

Sambutlah saat duka cita Sebagai karunia,
Karena suka maupun duka Datang daripadaNya.
Bila itu datang dari Dia, Mengapa menolaknya?
Tuhan selalu menyertai kita Dan mengawasi kita.
Bila duka cita membawa manfaat, Ia memberi duka cita;
Bila suka cita membawa manfaat, Ia memberi suka cita.
Kedua-duanya kita peroleh Sesuai kehendakNya
Jangan bersedih karena duka
Dan jangan lalai ketika suka

                                                                                                Simber : www.al-shia.org
Diberdayakan oleh Blogger.