Ayat tentang “Mensyukuri Nikmat”
قال الله تعالى :
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ
لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ(7)
وَقَالَ مُوسَى إِن تَكْفُرُواْ أَنتُمْ وَمَن فِي
الأَرْضِ جَمِيعاً فَإِنَّ اللّهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ(8)
Terjemah surat Ibrahim ayat 7 & 8 :
(7)“ Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan.
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu,
dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
(8) Dan Musa berkata: “Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya
mengingkari (ni’mat Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji”.
(QS: Ibrahim:7-8)
Kandungan ayat :
1. Peringatan dari Allah SWT untuk mensyukuri nikmat Allah yang
telah diberikan kepada manusia, bahwa jika manusia mensyukuri nikmatNya maka
akan ditambahkan nikmat kepadanya dengan berbagai kenikmatan dariNya. Dan jika
manusia mengingkari nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya, maka Allah
akan mengadzabnya dengan adzab yang sangat pedih baik adzab di dunia dengan
dicabutnya kenikmatan di dunia dan di akhirat akan mendapat adzab yang pedih.
2. Ayat ini berkaitan dengan ayat sebelumnya, yaitu surat
Ibrahim ayat 6 yang mengisahkan tentang perkataan Nabi Musa ‘Alaihissalam
terhadap kaumnya dengan mengingatkan mereka tentang besarnya nikmat Allah atas
mereka.
Dalam ayat disebutkan:
Dan (ingatlah), ketika musa berkata pada kaumnya:
”Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia menyelamatkanmu dari (Fir’aun dan)
pengikut-pengikutnya, mereka menyiksa kamu dengan siska yang pedih, mereka
menyembelih anak laki-lakimu, membiarkan hidup anak perempuanmu dan pada yang
demikian itu ada cobaan yang besar dari tuhanmu” (Ibrahim (QS 14: 6). Kemudian
dilanjutkan ayat ini yang memberikan dorongan agar bersyukur atas nikmat-Nya
sekaligus menyebutkan ancaman bagi orang-orang yang mengingkarinya.
3. Syukur di wujudkan dengan hati, lisan, dan perbuatan. Syukur
dengan hati adalah mengetahui bahwa berbagai kenikmatan tersebut berasal dari
Allah juga dari yang lain. Syukur dengan lisan adalah dengan memuji dan
menyanjung memberi nikmat. Sedangkan bersyukur dengan pebuatan adalah dengan
menggunakan kenikmatan tersebut dengan bersikap loyal dan rendah hati terhadap
Allah SWT.
4. Ayat ke 8
dan Musa berkata: “jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya
mengingkari (nikmat Allah) (ingkar terhadap nikmat-nikmat Allah dan tidak
mengimani-Nya), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
Apabila kaum nabi Musa A.S dan seluruh makhluk mengingkari
nikmat-nikmat Allah dan kalaupun itu terjadi, maka:
Allah tidak membutuhkan syukur mereka dan tidak membuat Allah berkurang
sedikitpun. Dan Allah layak terhadap pujian karena kebesaran kenikmatan-Nya meskipun
mereka tidak bersyukur.
Atau, Dia dipuji oleh selain mereka, yakni para malaikat. Dengan demikian,
pengingkaran yang dilakukan manusia sama sekali tidak memberikan pengaruh bagi
Allah SWT. Sebaliknya, justru mendatangkan bahaya bagi pelakunya
Perintah bersyukur disebut kan dalm banyak dali, seperti QS
Al-Baqarah (2): 152 ,172, An-Nahl(16):114, Al Ankabut(29): 17
Hadits tentang nikmat
حدثنا المكي بن إبراهيم أخبرنا عبد الله بن سعيد – هو ابن أبي هند
– عن أبيه عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قال النبي صلى الله عليه وسلم:
نعمتان مغبون فيهما كثيرٌ من الناس: الصحة والفراغ””
وقال عباس العنبري: حدثنا صفوان بن عيسى عن عبد الله بن
سعيد بن أبي هند
عن أبيه سمعت ابن عباس عن النبي صلى الله عليه وسلم …
مثله
Terjemah hadits :
Al Makki bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami dan dia
berkata,
Abdullah bin Sa’id telah mengabarkan kepada kami (dan dia (Sa’id) adalah anak
dari Abi Hind) dan dia meriwayatkan dari ayahnya,
ayahnya meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas R.Anhuma,
Ibnu ‘Abbas telah berkata :
Rasulullah bersabda, “Ada dua kenikmatan, banyak manusia menjadi merugi
gara-gara dua kenikmatan ini, yaitu; nikmat kesehatan dan nikmat waktu luang.”
(H.R. Bukhari)
Keterangan hadits :
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rowil A’la Ibnu ‘Abbas Sahabat
Rasulullah SAW
Hadits ini dijelaskan di buku Fatkhul Bari syarh Shohih Bukhari
Terbitan : “دارالطّيبة”
Jilid : 14
Halaman : 490
Bab : “ما جاء في الرّقاق, وألاّ عيش إلاّ عيش الأخرة”
81.
Nomor hadits : 6412
Al Makki bin Ibrahim adalah Syaikh/Guru imam Bukhari, dan
Abdullah bin Sa’id adalah seorang tabi’in karena beliau pernah bertemu dengan
sebagian sahabat Rasulullah yang masih kanak-kanak dan dia adalah Abu Umamah
bin Sahl.
Kandungan Hadits :
1. Peringatan dari Rasulullah SAW akan pentingnya mensyukuri 2
nikmat yang selalu melalaikan manusia yaitu nikmat kesehatan dan nikmat waktu
luang. Nikmat kesehatan, Banyak sekali manusia yang menyia-nyiakan masa
ketika sehat badannya untuk hal yang tidak bermanfaat dengan tidak mendekatkan
diri kepada Allah atau berbuat sesuatu yang berguna selama di
dunia. Menyia-nyiakan waktu luang dan masa sehat ini berarti merugikan
mereka.
2. Nikmat waktu luang, adalah salah satu nikmat Allah yang
sering dilalaikan dan tidak mengisinya dengan hal yang bermanfaat seperti amar
ma’ruf nahi munkar.
Mampukah
kita menghitung nikmat-nikmat Allah Ta’ala yang telah kita dapat hingga saat ini?
Tentulah, TIDAK! Menghitung jumlah nikmat dalam sedetik saja kita tidak mampu,
terlebih sehari bahkan selama hidup kita di dunia ini. Tidur, bernafas, makan,
minum, bisa berjalan, melihat, mendengar, dan berbicara, semua itu adalah
nikmat dari Allah Ta’ala, bahkan bersin pun adalah sebuah nikmat. Jika dirupiahkan sudah
berapa rupiah nikmat Allah itu? Mampukah kalkulator menghitungnya? Tentulah,
TIDAK! Sudah berapa oksigen yang kita hirup? Berapa kali mata kita bisa melihat
atau sekedar berkedip? Sampai kapan pun kita tidak akan bisa menghitungnya.
Sebagaiman Allah Ta’alaberfirman,
وَإِنْ تَعُدُّوا
نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan jika kamu
menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. An Nahl: 18)
Lalu,
apakah yang harus kita lakukan setelah kita mendapatkan semua nikmat itu?
Bersyukur atau kufur? Jika memang bersyukur, apakah diri ini sudah tergolong
hamba yang mensyukuri nikmat-nikmat itu?
Karena
itu, kita Perlu mengetahui bagaimana cara bersyukur kepada Allah Ta’aladan bagaimana tata cara merealisasikan syukur
itu sendiri. Ketahuilah bahwasannnya Allah mencintai orang-orang yang
bersyukur. Hamba yang bersyukur merupakan hamba yang dicintai oleh Allah Ta’ala. Seorang hamba dapat dikatakan bersyukur
apabila memenuhi tiga hal:
Pertama,
Hatinya mengakui dan meyakini bahwa segala
nikmat yang diperoleh itu berasal dari Allah Ta’ala semata,
sebagaimana firman Allah Ta’ala :
وَمَا بِكُمْ مِنْ
نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
“Dan apa saja nikmat
yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)”. (Qs. An Nahl: 53)
Orang
yang menisbatkan bahwa nikmat yang ia peroleh berasal dari Allah Ta’ala, ia adalah hamba yang bersyukur. Selain
mengakui dan meyakini bahwa nikmat-nikmat itu berasal dari Allah Ta’ala hendaklah ia mencintai nikmat-nikmat yang ia
peroleh.
Kedua,
Lisannya senantiasa mengucapkan kalimat Thayyibbah sebagai
bentuk pujian terhadap Allah Ta’ala
Hamba
yang bersyukur kepada Allah Ta’ala ialah hamba yang bersyukur dengan lisannya. Allah sangat senang
apabila dipuji oleh hamba-Nya. Allah cinta kepada hamba-hamba-Nya yang
senantiasa memuji Allah Ta’ala.
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ
رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Dan terhadap nikmat
Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan
bersyukur)”. (Qs. Adh Dhuha: 11)
Seorang
hamba yang setelah makan mengucapkan rasa syukurnya dengan berdoa, maka ia
telah bersyukur. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya ia berkata,
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَكَلَ طَعَامًا
فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنِى هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ
حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ . غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang
makan makanan kemudian mengucapkan: “Alhamdulillaahilladzii ath’amanii haadzaa
wa rozaqoniihi min ghairi haulin minnii wa laa quwwatin” (Segala puji bagi
Allah yang telah memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya
serta kekuatan dariku), maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Tirmidzi no. 3458. Tirmidzi berkata,
hadits ini adalah hadits hasan gharib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini hasan).
Terdapat
pula dalam hadits Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
إِنَّ اللَّهَ
لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ
يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا
“Sesungguhnya Allah
Ta’ala sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (alhamdulillah)
sesudah makan dan minum”
(HR. Muslim no. 2734).
Bahkan
ketika tertimpa musibah atau melihat sesuatu yang tidak menyenangkan, maka
sebaiknya tetaplah kita memuji Allah.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم – إِذَا رَأَى مَا يُحِبُّ
قَالَ « الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ
الصَّالِحَاتُ ». وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ قَالَ « الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى
كُلِّ حَالٍ ».
Dari
Aisyah, kebiasaan Rasulullah jika menyaksikan hal-hal yang beliau sukai adalah
mengucapkan “Alhamdulillah alladzi bi ni’matihi tatimmus shalihat”. Sedangkan jika beliau menyaksikan hal-hal
yang tidak menyenangkan beliau mengucapkan “Alhamdulillah ‘ala kulli hal.” (HR Ibnu Majah no 3803 dinilai hasan oleh al
Albani)
Ketiga,
Menggunakan nikmat-nikmat Allah Ta’ala untuk
beramal shalih
Sesungguhnya
orang yang bersyukur kepada Allah Ta’ala akan menggunakan nikmat Allah untuk beramal
shalih, tidak digunakan untuk bermaksiat kepada Allah. Ia gunakan matanya untuk
melihat hal yang baik, lisannya tidak untuk berkata kecuali yang baik, dan
anggota badannya ia gunakan untuk beribadah kepada Allah Ta’ala.
Ketiga
hal tersebut adalah kategori seorang hamba yang bersyukur yakni bersyukur
dengan hati, lisan dan anggota badannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu
Qudamah rahimahullah, “Syukur (yang sebenarnya) adalah dengan hati, lisan dan
anggota badan. (Minhajul Qosidin, hal. 305). Syukur dari hati dalam bentuk rasa cinta dan taubat
yang disertai ketaatan. Adapun di lisan, syukur itu akan tampak dalam bentuk
pujian dan sanjungan. Dan syukur juga akan muncul dalam bentuk ketaatan dan
pengabdian oleh segenap anggota badan.” (Al Fawa’id, hal. 124-125)
Dua Nikmat Yang Sering Terlupakan; Nikmat Sehat
Dan Waktu Luang
Hendaklah
kita selalu mengingat-ingat kenikmatan Allah yang berupa kesehatan, kemudian
bersyukur kepada-Nya, dengan memanfaatkannya untuk ketaatan kepada-Nya. Jangan
sampai menjadi orang yang rugi, sebagaimana hadits berikut,
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ
وَالْفَرَاغُ
Dari
Ibnu Abbas, dia berkata: Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Dua kenikmatan, kebanyakan manusia tertipu
pada keduanya, (yaitu) kesehatan dan waktu luang”. (HR Bukhari, no. 5933)
Al
Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan: “Kenikmatan adalah keadaan yang baik. Ada yang
mengatakan, kenikmatan adalah manfaat yang dilakukan dengan bentuk melakukan
kebaikan untuk orang lain”. (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, penjelasan hadits no. 5933)
Ibnu
Baththaal rahimahullah mengatakan: “Makna hadits ini, bahwa seseorang tidaklah menjadi
orang yang longgar (punya waktu luang) sehingga dia tercukupi (kebutuhannya)
dan sehat badannya. Barangsiapa dua perkara itu ada padanya, maka hendaklah dia
berusaha agar tidak tertipu, yaitu meninggalkan syukur kepada Allah terhadap
nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Dan termasuk syukur kepada Allah
adalah melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Barangsiapa melalaikan hal itu, maka dia adalah orang yang tertipu”. (Fathul Bari)
Kemudian
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas “kebanyakan manusia tertipu pada
keduanya” ini mengisyaratkan, bahwa orang yang mendapatkan taufiq (bimbingan)
untuk itu, hanyalah sedikit.
Ibnul
Jauzi rahimahullah menjelaskan: “Kadang-kadang manusia itu sehat,
tetapi dia tidak longgar, karena kesibukannya dengan mencari penghidupan. Dan
kadang-kadang manusia itu cukup (kebutuhannya), tetapi dia tidak sehat. Maka
jika keduanya terkumpul, lalu dia dikalahkan oleh kemalasan melakukan kataatan,
maka dia adalah orang yang tertipu. Kesempurnaan itu adalah bahwa dunia
merupakan ladang akhirat, di dunia ini terdapat perdagangan yang keuntungannya
akan nampak di akhirat. Barangsiapa menggunakan waktu luangnya dan kesehatannya
untuk ketaatan kepada Allah, maka dia adalah orang yang pantas diirikan. Dan
barangsiapa menggunakan keduanya di dalam maksiat kepada Allah, maka dia adalah
orang yang tertipu. Karena waktu luang akan diikuti oleh kesibukan, dan
kesehatan akan diikuti oleh sakit, jika tidak terjadi, maka itu (berarti) masa
tua (pikun).
Maka
sepantasnya hamba yang berakal bersegera beramal shalih sebelum kedatangan
perkara-perkara yang menghalanginya. Imam Al Hakim meriwayatkan dari Abdullah
bin Abbas, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda menasihati seorang laki-laki:
اِغْتَنِمْ خَمْسًا
قَبْلَ خَمْسٍ , شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ , وَصِحَّتِكَ قَبْلَ سَقْمِكَ ,
وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ , وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ , وَحَيَاتَكَ قَبْلَ
مَوْتِكَ
”Ambillah kesempatan lima (keadaan) sebelum
lima (keadaan). (Yaitu) mudamu sebelum pikunmu, kesehatanmu sebelum sakitmu,
cukupmu sebelum fakirmu, longgarmu sebelum sibukmu, kehidupanmu sebelum matimu.” (HR. Al Hakim)
Mengapa Kita Harus Bersyukur?
Karena semua nikmat itu berasal dari
Allah Ta’ala
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا بِكُمْ مِنْ
نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
“Dan apa saja nikmat
yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)”. (Qs. An Nahl: 53)
فَكُلُوا مِمَّا
رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ
إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Maka makanlah yang
halal lagi baik dari rizki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah
nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (Qs. An Nahl: 114).
Bersyukur merupakan perintah Allah Ta’ala
فَاذْكُرُونِي
أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
“Ingatlah kepada-Ku,
Aku juga akan ingat kepada kalian. Dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kalian
kufur.” (Qs. Al Baqarah: 152)
Pada
ayat tersebut Allah memerintahkannya secara khusus, kemudian sesudahnya Allah
memerintahkan untuk bersyukur secara umum. Allah berfirman yang artinya, “Maka
bersyukurlah kepada-Ku.”
Yaitu
bersyukurlah kalian atas nikmat-nikmat ini yang telah Aku karuniakan kepada
kalian dan atas berbagai macam bencana yang telah Aku singkirkan sehingga tidak
menimpa kalian.
Disebutkannya
perintah untuk bersyukur setelah penyebutan berbagai macam nikmat diniyah yang
berupa ilmu, penyucian akhlak, dan taufik untuk beramal, maka itu menjelaskan
bahwa sesungguhnya nikmat diniyah adalah nikmat yang paling agung. Bahkan,
itulah nikmat yang sesungguhnya. Apabila nikmat yang lain lenyap, nikmat
tersebut masih tetap ada.
Hendaknya
setiap orang yang telah mendapatkan taufik (dari Allah) untuk berilmu atau
beramal senantiasa bersyukur kepada Allah atas nikmat tersebut. Hal itu supaya
Allah menambahkan karunia-Nya kepada mereka. Dan juga, supaya lenyap perasaan ujub (kagum diri) dari diri mereka. Dengan
demikian, mereka akan terus disibukkan dengan bersyukur.
Jika tidak bersyukur, berarti ia telah kufur
“Karena
lawan dari syukur adalah ingkar/kufur, Allah pun melarang melakukannya. Allah
berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kalian kufur”. Yang dimaksud dengan
kata ‘kufur’ di sini adalah yang menjadi lawan dari kata syukur. Maka, itu
berarti kufur di sini bermakna tindakan mengingkari nikmat dan menentangnya,
tidak menggunakannya dengan baik. Dan bisa jadi maknanya lebih luas daripada
itu, sehingga ia mencakup banyak bentuk pengingkaran. Pengingkaran yang paling
besar adalah kekafiran kepada Allah, kemudian diikuti oleh berbagai macam
perbuatan kemaksiatan yang beraneka ragam jenisnya dari yang berupa kemusyrikan
sampai yang ada di bawah-bawahnya.” (Taisir Karimir Rahman, hal. 74)
Penopang Tegaknya Agama
Al
‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan di dalam sebuah kitabnya yaitu Al Fawa’id, “Bangunan agama ini ditopang oleh dua
kaidah: Dzikir dan syukur. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Ingatlah
kepada-Ku, Aku juga akan ingat kepada kalian. Dan bersyukurlah kepada-Ku,
janganlah kalian kufur.” (Qs. Al Baqarah: 152).”
Ketika bersyukur kepada Allah, maka Allah akan
tambahkan nikmat itu menjadi semakin banyak
وَإِذْ تَأَذَّنَ
رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي
لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga),
tatkala Rabbmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (Qs. Ibrahim: 7).
Semua nikmat yang diperoleh, kelak akan
dimintai pertanggungjawaban
AllahTa’alaberfirman,
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ
يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
“Kemudian kamu pasti
akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di
dunia itu)” (Qs. At Takatsur:
8).
Syaikh
As Sa’dirahimahullahmenerangkan,
nikmat yang telah kalian peroleh di dunia, apakah benar telah kalian syukuri,
disalurkan untuk melakukan hak Allah dan tidak disalurkan untuk perbuatan
maksiat? Jika kalian benar-benar bersyukur, maka kalian kelak akan mendapatkan
nikmat yang lebih mulia dan lebih utama.
Allah Ta’ala berfirman,
وَيَوْمَ يُعْرَضُ
الَّذِينَ كَفَرُوا عَلَى النَّارِ أَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي حَيَاتِكُمُ
الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَا فَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ
“Dan (ingatlah) hari
(ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan):
“Kamu telah menghabiskan rezkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan
kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan
azab yang menghinakan” (Qs. Al Ahqaf: 20).
Allah akan memberikan balasan kepada orang
yang bersyukur
Sebagaimana
firman Allah Ta’ala,
وَسَنَجْزِي
الشَّاكِرِينَ
“Dan kami akan memberi
balasan kepada orang-orang yang bersyukur” (Qs. Ali Imran:145)
Semoga
kita termasuk dalam orang-orang yang mengingat nikmat Allah Ta’aladengan bersyukur.
اَللَّهُمَّ أَعِنِّيْ
عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ .
“Ya Allah! Berilah pertolongan kepadaku untuk
menyebut namaMu, syukur kepadaMu dan ibadah yang baik untukMu.”
Wallahu waliyyut taufiq
***
Muslimah.Or.Id
Penulis: Ummu Abdillah Dewi Gimarjanti
Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits
Sumber:
·
Fat-hul Bāri Syarh Shahih Bukhari, Ibnu Hajar Aṡqolani
·
Al- Fawāid, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Penerbit Dār at-Taqwā liturāṡ
·
Shahih At Targhib wat Targhib 3/311, no. 3355, Penerbit Maktabul
Ma’arif
·
Taisir Karimir Rahman, Syaikh Abdurrahman as-Sa’di
·
Al-Qurān al-Karīm
SHOLAT SEBAGAI RASA SYUKUR KEPADA ALLAH SWT
Saudariku
…
Di
antara perintah terbesar yang dilakukan seorang muslim, setelah bertauhid
kepada Allah, adalah melakukan shalat. Sedah selayaknya, pengakuan akan nikmat
Allah serta kebaikan-Nya diwujudkan dengan melaksanakan shalat karena dalam
shalat terdapat rukuk, sujud, dan ketundukan hati. Setelah kita melakukan shalat
berarti kita sudah bersyukur kepada Allah bahwa kita merasa diawasi oleh-Nya.
Jadi, kalau kita tidak melaksanakan shalat maka kita tidak bersyukur kepada
Allah dan telah melakukan kufur nikmat. Bahkan, di antara para ulama ada yang
berpendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat telah keluar dari Islam.
Shalat merupakan tuang agama, jika tidak dilaksanakan maka agama akan roboh.
Shalat
merupakan perkara yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam,
أول ما يحاسب به العبد
يوم القيامة الصلاة فإن صلحت صلح له سائر عمله وإن فسدت فسد سائر عمله
“Perkara yang pertama
kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Apabila
shalatnya baik maka seluruh amalnya pun baik. Apabila shalatnya buruk maka
seluruh amalnya pun akan buruk.” (H.r. Ath-Thabrani dalam Al-Mujamul Ausath, II:512, no. 1880 dari sahabat Anas bin
Malik. Dinilaisahih oleh Syekh Al-Akbani
daam kitab Shahih Al-Jamu’ish Shaghir, no. 2573 danSilsilah Al-Ahadits
Ash-Shahihah, III:343, no. 1358)
Dalam
hadits yang lain, dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أول ما يحاسب به العبد
بصلاته ، فإن صلحت فقد أفلح وأنجح ، وإن فسدت فقد خاب وخسر ، وإن انتقص من فريضته
قال الرب : انظروا هل لعبدي من
تطوع؟ فيكمل بها ما انتقص من الفريضة ، ثم يكون سائر عمله على ذلك
“Sesungguhnya yang
pertama kali dihisab dari amal seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat.
Apabila shalatnya baik maka ia telah berbahagia dan sukses, tetapi
apabila shalatnya jelek maka ia telah celaka dan merugi. Dan
apabila ia kurang dalam melakukan shalat wajib maka Allah akan berkata,
‘Lihatlah apakah hamba-hamba-Ku memiliki shalat sunnah?’ Lantas
disempurnakanlah dengannya yang kurang dari shalat wajib itu. Kemudian yang
demikian itu berlaku pula bagi seluruh amalnya.” (H.r. At-Tirmidzi, no. 413; An-Nasa’i,
I:232—233; Al-Baihaqi, II:387. Dinilai sahih oleh Syekh Al-Albani dalamShahih Targhib wat
Tarhib, no. 540 dan Shaihh
Al-Jami’ish Shaghir, no. 2020)
Kedua
hadits di atas menunjukkan begitu pentingnya masalah shalat.
Dari
Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
إنّ بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة
“Sesungguhnya (batas
antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (H.r. Muslim, no. 82 dari shahabat Jabir bin
‘Abdillahradhiallahu ‘anhu)