- Ruang Praktek Pembelajaran
- Perpustakaan
- Kantin
- Ruang Tamu
- Aula
- Koperasi
- Dan lain-lain
Kamis, 26 Januari 2012
MATERI PENGAJIAN
- Al Qur'an
- Hadits
- Tafsir
- Tajwid
- Nahwu/Shrorof(Qowaidul Lughoh)
- Fiqih/Usul Fiqih
- Tauhid
- Akhlaq
- Tarikh
KEGIATAN MINGGUAN(HARI SENIN,KAMIS, DAN JUM'AT)
- Yassin dan tahlil(bada Maghrib)
- Jam'iyyatul Qurro'
- Percakapan Bahasa asing (Inggris dan Arab)
- Bahtsul Masail
- Keterampilan
- Senam Kesegaran Jasmani
- Khitobah (Latihan Pidato)
- Dzibaiyyah,Manaqib,Barzanji dan Asmaul Husna)
- Khotmil Qura'an
- Qosidah rebana dan Hadroh
- Jum'at bersih
- Jum'at Amal
- Ziarah ke Maqam Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Bahrul'ulum
Panca Jiwa Pondok Pesantren Al-Lathifiyyah II
Seluruh kehidupan di Pondok Pesantren Al-Lathifiyyah II didasarkan pada nilai-nilai yang dijiwai oleh suasana-suasana yang dapat disimpulkan dalam Panca Jiwa.
Panca Jiwa adalah lima nilai yang mendasari kehidupan Pondok Pesantren Darunnajah:
1.Jiwa Keikhlasan
Jiwa ini berarti sepi ing pamrih, yakni berbuat sesuatu bukan karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Segala perbuatan dilakukan dengan niat semata-mata untuk ibadah, lillah. Kyai dan Bu Nyai dan para guru,ustad/ustadzah,pembantu ndalem medidik dan para pembantu kyai dan Bu Nyai dalam membantu menjalankan proses pendidikan serta para santri yang ikhlas dididik.
Jiwa ini berarti sepi ing pamrih, yakni berbuat sesuatu bukan karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Segala perbuatan dilakukan dengan niat semata-mata untuk ibadah, lillah. Kyai dan Bu Nyai dan para guru,ustad/ustadzah,pembantu ndalem medidik dan para pembantu kyai dan Bu Nyai dalam membantu menjalankan proses pendidikan serta para santri yang ikhlas dididik.
Jiwa ini menciptakan suasana kehidupan pondok yang harmonis antara kyai yang disegani dan santri yang taat, cinta dan penuh hormat. Jiwa ini menjadikan santri senantiasa siap berjuang di jalan Allah, di manapun dan kapanpun.
2.Jiwa kesederhanaan
Kehidupan di pondok diliputi oleh suasana kesederhanaan. Sederhana tidak berarti pasif atau nerimo, tidak juga berarti miskin dan melarat. Justru dalam jiwa kesederhanan itu terdapat nilai-nilai kekuatan, kesanggupan, ketabahan dan penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup.
Kehidupan di pondok diliputi oleh suasana kesederhanaan. Sederhana tidak berarti pasif atau nerimo, tidak juga berarti miskin dan melarat. Justru dalam jiwa kesederhanan itu terdapat nilai-nilai kekuatan, kesanggupan, ketabahan dan penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup.
Di balik kesederhanaan ini terpancar jiwa besar, berani maju dan pantang mundur dalam segala keadaan. Bahkan di sinilah hidup dan tumbuhnya mental dan karakter yang kuat, yang menjadi syarat bagi perjuangan dalam segala segi kehidupan .
3.Jiwa Berdikari
Berdikari atau kesanggupan menolong diri sendiri merupakan senjata ampuh yang dibekalkan pesantren kepada para santrinya. Berdikari tidak saja berarti bahwa santri sanggup belajar dan berlatih mengurus segala kepentingannya sendiri, tetapi pondok pesantren itu sendiri sebagai lembaga pendidikan juga harus sanggup berdikari sehingga tidak pernah menyandarkan kehidupannya kepada bantuan atau belas kasihan pihak lain .
Berdikari atau kesanggupan menolong diri sendiri merupakan senjata ampuh yang dibekalkan pesantren kepada para santrinya. Berdikari tidak saja berarti bahwa santri sanggup belajar dan berlatih mengurus segala kepentingannya sendiri, tetapi pondok pesantren itu sendiri sebagai lembaga pendidikan juga harus sanggup berdikari sehingga tidak pernah menyandarkan kehidupannya kepada bantuan atau belas kasihan pihak lain .
4. Jiwa Ukhuwwah Diniyyah
Kehidupan di pondok pesantren diliputi suasana persaudaraan yang akrab, sehingga segala suka dan duka dirasakan bersama dalam jalinan ukhuwwah diniyyah. Tidak ada dinding yang dapat memisahkan antara mereka. Ukhuwah ini bukan saja selama mereka di Pondok, tetapi juga mempengaruhi ke arah persatuan ummat dalam masyarakat setelah mereka terjun di masyarakat.
Kehidupan di pondok pesantren diliputi suasana persaudaraan yang akrab, sehingga segala suka dan duka dirasakan bersama dalam jalinan ukhuwwah diniyyah. Tidak ada dinding yang dapat memisahkan antara mereka. Ukhuwah ini bukan saja selama mereka di Pondok, tetapi juga mempengaruhi ke arah persatuan ummat dalam masyarakat setelah mereka terjun di masyarakat.
5. Jiwa Bebas
Bebas dalam berpikir dan berbuat, bebas dalam menentukan masa depan, bebas dalam memilih jalan hidup, dan bahkan bebas dari berbagai pengaruh negatif dari luar, masyarakat. Jiwa bebas ini akan menjadikan santri berjiwa besar dan optimis dalam menghadapi segala kesulitan. Hanya saja dalam kebebasan ini seringkali ditemukan unsur-unsur negatif, yaitu apabila kebebasan itu disalahgunakan, sehingga terlalu bebas (liberal) dan berakibat hilangnya arah dan tujuan atau prinsip.
Bebas dalam berpikir dan berbuat, bebas dalam menentukan masa depan, bebas dalam memilih jalan hidup, dan bahkan bebas dari berbagai pengaruh negatif dari luar, masyarakat. Jiwa bebas ini akan menjadikan santri berjiwa besar dan optimis dalam menghadapi segala kesulitan. Hanya saja dalam kebebasan ini seringkali ditemukan unsur-unsur negatif, yaitu apabila kebebasan itu disalahgunakan, sehingga terlalu bebas (liberal) dan berakibat hilangnya arah dan tujuan atau prinsip.
Sebaliknya, ada pula yang terlalu bebas (untuk tidak mau dipengaruhi), berpegang teguh kepada tradisi yang dianggapnya sendiri telah pernah menguntungkan pada zamannya, sehingga tidak hendak menoleh ke zaman yang telah berubah. Akhirnya dia sudah tidak lagi bebas karena mengikatkan diri pada yang diketahui saja.
Maka kebebasan ini harus dikembalikan ke aslinya, yaitu bebas di dalam garis-garis yang positif, dengan penuh tanggungjawab; baik di dalam kehidupan pondok pesantren itu sendiri, maupun dalam kehidupan masyarakat.
Jiwa yang meliputi suasana kehidupan Pondok Pesantren itulah yang dibawa oleh santri sebagai bekal utama di dalam kehidupannya di masyarakat. Jiwa ini juga harus dipelihara dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya.
Senin, 23 Januari 2012
SEJARAH SINGKAT PP.PUTRI AL-LATHIFIYYAH II
Pondok Pesantren Putri Al-Lathifiyyah II merupakan pondok pesantren yang pertama ada dilingkungan Bahrul 'Ulum.Keberadaannya pada masa awal abad 20 tidak lepas dari KH.Wahab Chasbullah.Semasa Nyai Lathifah aktif membantu Kyai Wahab Chasbullah dalam menangani pesantren tambakberas.Masyarakat sekitar tambakberas yang berjumlah kurang lebih 15 orang belajar kepada Nyai Lathifah.maka dibimbingnya masyarakat putri tersebut dirumah beliau,kemudian untuk mengimpun belajarnya maka atas inisiatif dari KH.Wahab Chasbullah dimasa itu dibangun surau putri sekaligus menjadi tempat belajar mengaji.lewat inilah masyarakat menamakan santri putri tambakberas.setelah wafatnya Kyai Chasbulloh kepemimpinan pondok pesantren tambakberas diteruskan oleh Kyai Wahab.
Sekitar tahun 1942 Nyai Latifah wafat,kepeminpinan dilanjutkan Ibu Nyai Wahab,kemudian dibangun kamar-kamar dan tidak lama surau ini dinamakan PP.Putri Al-Lathifiyyah Bahrul'Ulum Tambakberas Jombang.
Dalam mengasuh santrinya Ibu Nyai Wahab didampingi putra-putrinya,salah satu putri dari menantu beliau adalah Ibu Nyai Mundjidah Wahab dan Imam Asy'ari Muchsin yang selama bertahun-tahun ikut mengembangkan dan memajukan PP.Putri Al-Lathifiyyah.
Pada tahun 1981 Kh.Imam Asy'ari Muchsin beserta keluarga menempati rumah yang terletak disebelah barat(dekat jalan raya).Dan pada waktu itu telah berdiri asrama mahasiswa yang sekarang berkembang menjadi Pondok Pesantren Putra Al-Wahabiyyah,Dan tahun 1990-1991 Bu Nyai HJ.Mundjidah Wahab beserta KH.Imam Asy'ari Muchsin telah mendirikan Pondok Pesantren Putri Al-Lathifiyyah II yang merupakan pengembangan dari PP.Putri Al-Lathifiyyah Iyang bertujuan untuk membentuk masyarakat putri dalam menuju kesempurnaan pendidikan agama serta bertujuan untuk membentuk masyarakat dan pemerintah dalam pendidikan formal maupun non formal menuju upaya mencerdaskan bangsa melalui pendidikan dan kemasyarakatan,membentuk manusia berilmu,beramal dan bertaqwa pada Allah SWT.Dengan bermodal 60 santri PP.Putri Al-Lathifiyyah II hinggga saat ini memiliki santri 200 dan 30 ustadz/ustadzah.setelah Kh.Imam Asy'ari Muchsin wafat tahun 1996 kepemimpinan PP.Putri Al-Lathifiyyah II sepenuhnya dipegang oleh Bu Nyai Mundjidah Wahab yg dibantu /didampingi putra putri beliau.pada tahun 1996/1997 didirikan MDA Al-Asy'ariyah,,,,,,,,,
demikian ringkas singkat sejarah pondok Al-Lathifiyyah II semoga bermanfaat,,...amin,,
Sekitar tahun 1942 Nyai Latifah wafat,kepeminpinan dilanjutkan Ibu Nyai Wahab,kemudian dibangun kamar-kamar dan tidak lama surau ini dinamakan PP.Putri Al-Lathifiyyah Bahrul'Ulum Tambakberas Jombang.
Dalam mengasuh santrinya Ibu Nyai Wahab didampingi putra-putrinya,salah satu putri dari menantu beliau adalah Ibu Nyai Mundjidah Wahab dan Imam Asy'ari Muchsin yang selama bertahun-tahun ikut mengembangkan dan memajukan PP.Putri Al-Lathifiyyah.
Pada tahun 1981 Kh.Imam Asy'ari Muchsin beserta keluarga menempati rumah yang terletak disebelah barat(dekat jalan raya).Dan pada waktu itu telah berdiri asrama mahasiswa yang sekarang berkembang menjadi Pondok Pesantren Putra Al-Wahabiyyah,Dan tahun 1990-1991 Bu Nyai HJ.Mundjidah Wahab beserta KH.Imam Asy'ari Muchsin telah mendirikan Pondok Pesantren Putri Al-Lathifiyyah II yang merupakan pengembangan dari PP.Putri Al-Lathifiyyah Iyang bertujuan untuk membentuk masyarakat putri dalam menuju kesempurnaan pendidikan agama serta bertujuan untuk membentuk masyarakat dan pemerintah dalam pendidikan formal maupun non formal menuju upaya mencerdaskan bangsa melalui pendidikan dan kemasyarakatan,membentuk manusia berilmu,beramal dan bertaqwa pada Allah SWT.Dengan bermodal 60 santri PP.Putri Al-Lathifiyyah II hinggga saat ini memiliki santri 200 dan 30 ustadz/ustadzah.setelah Kh.Imam Asy'ari Muchsin wafat tahun 1996 kepemimpinan PP.Putri Al-Lathifiyyah II sepenuhnya dipegang oleh Bu Nyai Mundjidah Wahab yg dibantu /didampingi putra putri beliau.pada tahun 1996/1997 didirikan MDA Al-Asy'ariyah,,,,,,,,,
demikian ringkas singkat sejarah pondok Al-Lathifiyyah II semoga bermanfaat,,...amin,,
Sejarah Singkat Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas*
Pondok Pesantren Bahrul Ulum (PPBU) didirikan sekitar pada tahun 1825 di dusun Gedang kelurahan Tambakberas. Oleh KH. Abdus Salam, Bersama pengikutnya ia kemudian membangun perkampungan santri dengan mendirikan sebuah langgar (mushalla) dan tempat pondokan sementara, buat 25 orang pengikutnya. Karena itu pondok pesantren juga dikenal pondok selawe (dua puluh lima) KH. Abdus Salam adalah seorang keturunan raja Brawijaya dari Majapahit sebagaimana silsilah berikut ini Abdussalam putra Abdul Jabbar putra Ahmad putra Pangeran Sumbu putra Pangeran Benowo putra jaka Tingkir (maskarebet) putra Lembu peteng Aqilah Brawijaya.
Nama KH. Abdus Salam kemudian lebih dikenal dengan nama Shoichah atau Kyai Shoichah kemudian beliau memperistri seorang putri dari kota Demak yaitu Muslimah. Dari pernikahanya beliau dikaruniai beberapa putra dan putri yaitu diantaranya yaitu Laiyyinah, Fatimah, Abu bakar, Murfu’ah, Jama’ah, Mustaharoh, Aly ma’un, Fatawi dan Abu Sakur. KH. Abdus Salam mempunyai beberapa santri. Dari santri-santri tersebut ada dua santri yang dijodohkan dengan putrinya yaitu Laiyyinah di jodohka dengan Ustman. Dari hasil pernikahanya beliau dikaruniai seorang putri bernama Winih (nama asalinya Halimah) dan Halimah dijodohkan dengan seorang santri yaitu As’ary dari Demak cikal bakal pendiri Pondok Pesantren Tebuireng. Sedangkan Fathimah dijodohka dengan Sa’id dari pernikahannya beliau di karuniai seorang putra yaitu Kasminah Chasbullah sebelum haji bernama Kasbi, Syafi’i sebelum haji bernama Kasdu, dan Asim sebelum haji bernama Kasmo.Setelah itu pondok nyelawe diteruskan oleh Kyai. Ustman. Dan Kyai. Sa’id mengembangkan sayap pendidikan pondok pesantren dengan mendirikan pondok pesantren disebelah barat dusun Gedang seelah mendapat izin dari ayah maratuanya, yang kini menjadi Pondok Pesantren Bahrul Ulum.
Nama KH. Abdus Salam kemudian lebih dikenal dengan nama Shoichah atau Kyai Shoichah kemudian beliau memperistri seorang putri dari kota Demak yaitu Muslimah. Dari pernikahanya beliau dikaruniai beberapa putra dan putri yaitu diantaranya yaitu Laiyyinah, Fatimah, Abu bakar, Murfu’ah, Jama’ah, Mustaharoh, Aly ma’un, Fatawi dan Abu Sakur. KH. Abdus Salam mempunyai beberapa santri. Dari santri-santri tersebut ada dua santri yang dijodohkan dengan putrinya yaitu Laiyyinah di jodohka dengan Ustman. Dari hasil pernikahanya beliau dikaruniai seorang putri bernama Winih (nama asalinya Halimah) dan Halimah dijodohkan dengan seorang santri yaitu As’ary dari Demak cikal bakal pendiri Pondok Pesantren Tebuireng. Sedangkan Fathimah dijodohka dengan Sa’id dari pernikahannya beliau di karuniai seorang putra yaitu Kasminah Chasbullah sebelum haji bernama Kasbi, Syafi’i sebelum haji bernama Kasdu, dan Asim sebelum haji bernama Kasmo.Setelah itu pondok nyelawe diteruskan oleh Kyai. Ustman. Dan Kyai. Sa’id mengembangkan sayap pendidikan pondok pesantren dengan mendirikan pondok pesantren disebelah barat dusun Gedang seelah mendapat izin dari ayah maratuanya, yang kini menjadi Pondok Pesantren Bahrul Ulum.
Setelah Kyai Ustman dan Kyai Sa’id, yang meneruskan kepemimpinan pondok pesantren adalah Chasbulloh putra Kyai Sa’id sedangkan Pondok Kyai Ustman dikarenakan beliau tidak mempunya putra sebagai penerus. Oleh sebab itu seluruh santri diboyong ke pondok barat dibawah asuhan Kyai. Chabulloh. Dalam mengembangkan Pondok Pesantren Kyai. Chabulloh ditemani seorang istri yang begitu sangat setia yaitu Nyai Latifah (asalnya A’isah) yang berasal dari desa Tawangsaari Sepanjang Sidoarjo. Pernikahan antara Kyai. Chabulloh dan Nyai Latifah dikaru
niaiputra-putri antara lain :
niaiputra-putri antara lain :
1. Kyai Abdul Wahab yang berputra K.Wahib, Khodijah, K. Najib Adib, Jammiyyah, mu’tamaroh, Muniroh, Mahfudloh, Hisbiyah, Munjidah, Hasib dan Rokib.
2. Kyai Abdul Hamid yang berputra K. Abdullah, K. Moh. Sholeh, K. Abdul malik, K. M. Yahya dan Hamidah.
3. Nyai Khodijah, (nyai Bisry) berputra Achmad, Sholikhah, Musyarofah, Abdul Aziz, M. Shokhib.
4. Kyai Abdurrahim berputra K. Ach. Al Fatich, Bariroh, K. Ach. Nasrullah, K. Amanullah, K. Khusnullah.
5. Nyai Fatimah berputra Abdul Fattah, Mufattimah, Abdul Majid
6. Sholihah tidak berputra
7. Zuhriyah tidak berputra
8. Aminaturrokhiyah tidak berputra
Tahun 1920 adalah dimana kyai Chasbulloh dipanggil ke hadapan sang kholiq (wafat) kemudian pimpinan pondok pesantren diteruskan oleh putra-putranya yaitu Kyai Abdul Wahab, Kyai Abdul Hamid, dan Kyai Abdurrohim.
Nama Bahrul Ulum itu tidak muncul saat KH. Abdus Salam mengasuh pesantren tersebut. Nama itu justru berasal dari K.H. Abdul Wahab Hasbullah. Ia memberikan nama resmi pesantren
pada tahun 1967. Beberapa tahun kemudian pendiri N.U ini pulang ke rahmatullah pada tanggal 29 Desember 1971. Mulai tahun 1987 kepemimpinan pondok pesantren dipegang secara kolektif oleh Dewan Pengasuh yang diketuai oleh K.H. M. Sholeh Abdul Hamid. Mereka juga mendirikan Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum yang diketuai oleh KH. Ahmad Fatih Abd. Rohim.Para kiai yang mengasuh PP Bahrul Ulum itu diantaranya, KH. M. Sholeh Abdul Hamid, K.H. Amanullah, K.H. Hasib Abd. Wahab, Dibawah kepemimpinan K H. M. Sholeh, PPBU mengalami perkembangan sangat pesat hingga muncul berbagai macam ribat atau komplek diataranya yaitu
pada tahun 1967. Beberapa tahun kemudian pendiri N.U ini pulang ke rahmatullah pada tanggal 29 Desember 1971. Mulai tahun 1987 kepemimpinan pondok pesantren dipegang secara kolektif oleh Dewan Pengasuh yang diketuai oleh K.H. M. Sholeh Abdul Hamid. Mereka juga mendirikan Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum yang diketuai oleh KH. Ahmad Fatih Abd. Rohim.Para kiai yang mengasuh PP Bahrul Ulum itu diantaranya, KH. M. Sholeh Abdul Hamid, K.H. Amanullah, K.H. Hasib Abd. Wahab, Dibawah kepemimpinan K H. M. Sholeh, PPBU mengalami perkembangan sangat pesat hingga muncul berbagai macam ribat atau komplek diataranya yaitu
Induk Al-Muhajirin I, II, III dan IV, Al-Muhajin putri I, II, III dan IV, As-Sa’idi
yah putra I, II dan III, As-Sa’idiyah putri, Al-Muhibbin, Ar-Roudloh, Al-Ghozali putra dan putri, Al-Hikmah, Al-wahabiyah I dan II, Al-Fathimiyah, Al-Lathifiyah I, II dan III, An-Najiyah putra dan putrid, Assalma, Al Fattah, Al Asyari,Komplek Chasbullah, Al Maliki, Al Hamidiyah.
yah putra I, II dan III, As-Sa’idiyah putri, Al-Muhibbin, Ar-Roudloh, Al-Ghozali putra dan putri, Al-Hikmah, Al-wahabiyah I dan II, Al-Fathimiyah, Al-Lathifiyah I, II dan III, An-Najiyah putra dan putrid, Assalma, Al Fattah, Al Asyari,Komplek Chasbullah, Al Maliki, Al Hamidiyah.
Setelah wafatnya KH. M. Sholeh Abdul Hamid pada tahun 2006 majlis pengasuh diteruskan oleh KH. Amanullah Abdurrahim yang wafat pada tahun 2007 hinga pada saat ini yaitu tahun 2010 majelis pengasuh PPBU adalah KH. Hasib Abd. Wahab
Sejarah Singkat Berdirinnya Pondok Pesantren Bahrul Ulum
Dimulai dari mengajar mengaji di ruang tamu rumah dan memiliki murid yang cukup banyak, M Nurul Yaqin (sekarang Ky M Nurul Yaqin) pada hari Selasa Legi tanggal 10 Juli 1979 atau 15 Sya’ban 1399 H, Ky M Nurul Yaqin bersama – sama muridnya mendirikan sebuah pondok kecil yang bernama Pondok Pesantren Bahrul Ulum.
Seiring berjalannya waktu, Pon Pes Bahrul Ulum sedikit demi sedikit berkembang menjadi lebih baik, dan masuknya beberapa santri dari luar kota menjadikan Pon Pes Bahrul Ulum menjadi dikenal bukan hanya di wilayah kecamatan Ngantang tetapi juga mulai di kenal di seluruh penjuru Indonesia bahkan Dunia.
Perjalanan Ky M Nurul Yaqin untuk membesarkan Pon Pes Bahrul Ulum tidaklah sangat mudah atau ringan. Hal ini ditandai dengan adanya beberapa ancaman bahkan makian baik secara langsung maupun tidak langsung atau melalui surat kaleng dari orang-orang tak dikenal yang tidak suka dengan keberhasilan Ky M Nurul Yaqin yang bisa dibilang sukses mendirikan sebuah Pondok Pesantren pertama yang lahir di wilayah kecamatan Ngantang. Akan tetapi dengan kebesaran dan kerendahan hati serta iman yang kuat dari Ky M Nurul Yaqin Pon Pes Bahrul Ulum saat ini sangat disegani di wilayah kecamatan Ngantang Khususnya dan Kabupaten Malang bahkan Indonesia pada umumnya dan juga lebih maju dari pada satu atau tiga puluh tahun yang lalu. Cobaan demi cobaan yang datang, mungkin merupakan langkah awal dari perjalanan Pon Pes Bahrul Ulum untuk menuju ke sebuah Pondok yang disegani oleh masyarakat luas.
Dan berkat Rahmat Allah SWT semata Pondok Pesantren Bahrul Ulum dapat keluar dari sebagian cobaan yang datang, karena perjuangan masih panjang.
” Saat jalan hidup, manusia sangat perlu bergaul dengan bekal ilmu kebaikan untuk menata ibadah kehadirat Allah SWT yang memberi tugas hidup. Maka Pondok Pesantren Bahrul Ulum bersedia bagi umat manusia tanpa terkecuali…………. amin”
Langganan:
Postingan (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.